Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, dengan tegas mendukung niat Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk memperkuat tiga matra militer Indonesia, yaitu TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Fokus utama dari upaya ini adalah penguatan komando teritorial, yang dianggap sebagai tulang punggung pertahanan negara.
Menurut Bamsoet, Prabowo Subianto menyebut komando teritorial atau Koter sebagai senjata rahasia Indonesia yang akan menjadi lini pertahanan terdepan dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (siskanhamrata). Pernyataan ini disampaikan oleh Bamsoet setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto di Kediaman Kertanegara Kebayoran Baru, Jakarta, pada Kamis (18/5/23).
Langkah penguatan ini sejalan dengan arahan dan mandat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang juga mendorong perkembangan industri pertahanan nasional, termasuk partisipasi pelaku usaha swasta dalam negeri. Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya memprioritaskan pemenuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dari dalam negeri, baik melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pelaku usaha swasta nasional.
Bamsoet menggarisbawahi bahwa kontraktor industri pertahanan swasta turut dilibatkan secara signifikan di sejumlah negara besar di dunia. Hal ini bukan hanya untuk memperkuat kedaulatan industri pertahanan dalam negeri, tetapi juga sebagai penopang ekonomi nasional negara yang bersangkutan.
Menurut Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan, Indonesia dapat memetik pelajaran berharga dari Turki. Dalam dua dekade terakhir, Turki berhasil mengurangi ketergantungan mereka terhadap impor alat pertahanan hingga sekitar 70 persen. Beberapa industri pertahanan swasta di Turki bahkan telah meraih peringkat 100 besar dunia, seperti Alsesan, Turkish Aerospace Industry, dan Roketsan.
“Dalam APBN 2023, Kementerian Pertahanan telah dialokasikan anggaran mencapai Rp 134,3 triliun. Kementerian Pertahanan juga memproyeksikan bahwa selama periode 2020-2040, Indonesia setidaknya memerlukan dana sekitar Rp 1.700 triliun untuk memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam). Besarnya alokasi anggaran tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memperkuat peran pelaku usaha swasta nasional di sektor industri pertahanan Indonesia,” ujar Bamsoet.
Selain itu, Wakil Ketua Umum FKPPI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN ini menekankan bahwa dukungan terhadap kebijakan Menhan Prabowo untuk melibatkan sektor swasta dalam industri pertahanan nasional didasari oleh dasar hukum yang kuat. Hal ini secara spesifik diatur dalam Pasal 74 UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, yang merupakan revisi dari regulasi sebelumnya, yaitu Pasal 11 Ayat (1) Huruf a UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan.
“Saat ini, BUMN yang beroperasi di bidang industri pertahanan masih belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan penyediaan alutsista dalam negeri. Oleh karena itu, keterlibatan sektor swasta menjadi hal yang sangat penting. Sebagai contoh, dari kebutuhan sekitar 1,2 miliar peluru setiap tahunnya yang dibutuhkan oleh TNI, PINDAD hanya mampu memasok sekitar 300-400 juta butir peluru. Oleh karena itu, sebaiknya sisa kebutuhan tersebut ditangani oleh pelaku usaha swasta dalam negeri daripada mengimpor dari pelaku usaha luar negeri,” tambah Bamsoet.
Dengan dukungan kuat dari Ketua MPR RI, langkah-langkah untuk memperkuat industri pertahanan nasional dan meningkatkan peran pelaku usaha swasta dalam sektor ini semakin terasa mendesak untuk menjaga kedaulatan dan keamanan negara.